kaitan antara pembiayaan pembangunan dengan politik luar negri indonesia.


KAITAN ANTARA PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DENGAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 

1. 1. Modal Asing dalam Pembangunan
Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti oleh perbankan struktur produksi dan perdagangan. Modal asing dapat berperan penting dalam mobilisasi dana maupun transformasi struktural. Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktur benar-benar terjadi.

2. 2. Motivasi Negara Donor
Hutang luar negeri yang disalurkan oleh Negara maju ke Negara yang sedang berkembang dan atau Negara miskin tidak dilakukan atas dasar kemanusiaan, tetapi di lakukan atas dasar motivasi ekonomi dan bahkan politik. Hutang luar negeri tidak akan disalurkan tanpa adanya keuntungan yang diperoleh Negara pemberi hutang.

3. 3. Sumber-sumber pembiayaan Pembangunan Indonesia
Sumber-sumber pembiayaan untuk pembangunan di Indonesia antara lain berasal dari Dana Perimbangan yang diterima oleh Indonesia khususnya daerah Khusus Ibukota dari modal asing.
Utang luar negeri sebenarnya merupakan alat politik. Bagi CGI, Bank Dunia, IMF, utang tidak boleh berhenti, dalam hal ini justru yang meminjamkan yang tampak aktif. Hal ini karena bagi mereka, utang merupakan alat untuk dapat melakukan intervensi politik. Misalnya saja intervensi dalam penyusunan UU di negeri pengutang. Utang juga merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan financial lembaga-lembaga tersebut. Pernah saat beberapa Negara tidak meminjam kepada IMF, lembaga ini terpaksa menjual cadangan emasnya untuk operasional.

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA 

Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh suatu Negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Politik luar negeri berhubungan dengan proses pembuatan keputusan untuk mengikuti pilihan jalan tertentu. Menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1988), politik luar negeri diartikan sebagai “suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional”. Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa”. Dari uraian di muka sesungguhnya dapat diketahui bahwa tujuan politik luar negeri adalah untuk mewujudkan kepentingan nasional. Tujuan tersebut memuat gambaran mengenai keadaan negara dimasa mendatang serta kondisi masa depan yang diinginkan. Pelaksanaan politik luar negeri diawali oleh penetapan kebijaksanaan dan keputusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang didasarkan pada faktor-faktor nasional sebagai faktor internal serta faktor-faktor internasional sebagai faktor eksternal. 

KAITAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DENGAN POLITIK LUAR NEGERI 

A. Investasi Asing untuk Pembiayaan Pembangunan
Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai salah satu komponen aliran modal yang masuk ke suatu negara dianggap sebagai aliran modal yang relatif stabil dan mempunyai resiko yang kecil dibandingkan aliran modal lainnya, misalnya portofolio investasi ataupun utang luar negeri. Salah satu sebabnya adalah dikarenakan PMA tidak begitu mudah terkena gejolak fluktuasi mata uang (seperti halnya investasi portofolio) ataupun beban bunga yang berat (misalnya utang luar negeri).
Sehingga pada masa mendatang sudah dapat dipastikan bahwa PMA diharapkan akan menjadi kunci suksesnya pembangunan di Indonesia. Pembangunan yang diharapkan bagi negara kita pada masa mendatang adalah pembangunan berkelanjutan. Sehingga PMA yang harus diterapkan di negara kita adalah PMA yang berdasarkan pembangunan berkelanjutan. Yang dimaksud dengan PMA yang berkelanjutan di sini adalah PMA yang dapat memaksimalkan keuntungan PMA bagi Indonesia dan meminimalkan dampak negatif PMA bagi Indonesia
Dampak dari PMA terhadap perekonomian suatu negara dapat disimpulkan bahwa dampak terhadap ekonomi secara keseluruhan sangat tergantung dari kondisi host countries; tingkat tabungan-investasi domestik; metode yang digunakan dalam PMA (misalnya merger & acuisition ataupun greenfield investment); sektor-sektor yang terlibat dalam PMA; dan tentunya stabilitas dari host countries. Pada akhirnya diharapkan perlu untuk melakukan penilaian terhadap faktor faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh PMA. Keputusan perusahaan asing dalam melakukan PMA akan didasarkan pada berbagai pertimbangan, misalnya stabilitas politik di host countries, aksesibilitas dan potensial pasar di host countreis, repatriasi keuntungan untuk kepentingan investor asing, dan terdapatnya infrastruktur yang memadai di host countries. Privatisasi dan deregulasi merupakan faktor kunci untuk menarik PMA. 

B. Perdagangan Internasional Sebagai Motor Pembangunan
Perdagangan internasional sendiri diharapkan dapat menjadi mesin dari pertumbuhan ekonomi. Masalah perdagangan internasional, yang berlandaskan atas kebijaksanaan pembangunan ekonomi maupun kebijaksanaan perdagangan luar negeri banyak menyangkut ekspor sebagai pembatas pertumbuhan ekonomi. Potensi ekspor Indonesia sendiri dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dunia dan tantangan pada daya saing nasional.
Guna mengembangkan perdagangan internasional, setidaknya diperlukan dua hal yaitu penciptaan persaingan sehat di dalam negeri untuk meningkatkan daya saing serta peningkatan akses pasar perdagangan internasional. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengatasi masalah yang timbul dari fluktuasi harga dan tekanan (shock) yang timbul dari luar.
Kebijakan perdagangan luar negeri sendiri, merupakan salah satu dari kebijakan ekonomi makro, adalah tindakan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang mempengaruhi struktur dan arah transaksi perdagangan dan pembayaran internasional. Karena meruapakan salah satu bagian, maka kebijakan perdagangan luar negeri tidak independen, malainkan saling mempengaruhi terhadap komponen-komponen lain dari kebijakan ekonomi makro tersebut, seperti kebijakan industri, kebijakan fiskal, kebijakan tenaga kerja, kebijakan moneter dan lainnya. Tujuan kebijakan ekonomi perdagangan luar negeri adalah pertama, untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh buruk atau negatif dari luar negeri, misalnya efek resesi ekonomi dunia terhadap pertumbuhan ekspor Indonesia. Kedua, untuk melindungi industri nasional dari persaingan barang-barang impor dari luar negeri. Ketiga, untuk menjaga keseimbangan neraca pembayaran yang sekaligus menjamin persediaan devisa yang cukup terutama untuk kebutuhan pembayaran impor dan cicilan utang luar negeri.
Strategi pengembangan ekspor pada dasarnya ditujukan untuk menciptakan struktur ekspor yang kuat dan tangguh. Struktur ekspor yang tangguh dapat tercapai bilamana produk ekspor tersebut telah benar-benar beragam jenisnya, pasarnya tersebar luas, dan pelakunya juga makin banyak. Untuk itu langkah yang diperlukan adalah diversifikasi, baik produk, pasar, maupun pelakunya.
Perlu juga disadari bahwa, memasarkan produk di luar negeri sering berbeda dengan memasarkannya di dalam negeri. Pasaran di luar negeri sangat kompetitif sehingga hanya pengusaha yang ulet dan mempunyai daya saing tinggi yang akan menang dalam persaingan tersebut dan yang merebut pasaran. 

D. Utang dan Bantuan Luar Negeri
Sumber keempat dari sumber dana pembiayaan pembangunan yaitu utang dan bantuan luar negeri. Sesuai amanat dari GBHN bahwa tingkat utang luar negeri perlu dikurangi, pembahasan ini lebih memfokuskan pada analisis terhadap utang luar negeri berikut permasalahan dan agenda ke depannya.
Permasalahan utang luar negeri sekarang telah menjadi fokus perhatian utama meski pada awalnya sendiri utang luar negeri seperti dimanatkan oleh GBHN tahun 1973 hanya sebagai pelengkap dan pembantu akan tetapi dalam perjalanannya telah terjadi penumpukan stok utang luar negeri yang relatif tinggi. Posisi utang yang sudah tinggi tersebut membawa konsekuensi logis pada beban pembayarannya.
Ukuran efektifitas lainnya yaitu progress variant. Dengan semakin kompleknya masalah yang dihadapi setelah krisis, otomatis semakin banyak proyek yang progress variannya negatif cukup besar. Hal itu menyebabkan beban pada kewajiban commitment fee dari sejumlah dana yang belum/tidak diserap (undisbursed balance). Sejak krisis jumlah proyek yang telah menjadi commitment dalam CGI tidak banyak yang dapat direalisasikan. Kecilnya realisasi terhadap commitment proyek baru berkaitan dengan persyaratan yang diajukan oleh donor semakin ketat, dimana besar kecilnya commitment lembaga donor tergantung keberhasilan Indonesia dalam memenuhi persyaratan. Persyaratan yang cukup menonjol adalah penyusunan on lending policy dan pelaksanaan fiduciary control yang pada intinya adalah perbaikan proses pengadaan barang dan jasa (proqurement process) yang lebih transparan. 

E. Sumber Dana Alternatif Non-Konvensional Untuk Pembiayaan Pembangunan
Setidaknya terdapat lima konsep sumber dana untuk pembiayaan pembangunan yang dibahas dalam kajian ini yaitu: Global Public Goods, Pembangunan Berbasis Aset, Sistem Pajak Global, Arsitektur Baru Keuangan Internasional dan Bank Pembangunan Domestik. Usulan mengenai Global Public Goods dan Sistem Pajak Global sebagai alternatif pembiayaan pembangunan telah menjadi topik internasional dan dikemukakan di KTT Pembiayaan Pembangunan di Mexico 2002
Dalam perkembangan wacana mengenai global public goods ini, terdapat isu yang dilontarkan oleh beberapa negara maju untuk mengaitkan ODA dengan global public goods. Argumen yang umumnya dipakai adalah bahwa pada dasarnya baik ODA atau bantuan secara umum dan global public goods masing-masing memiliki dampak baik terhadap pembangunan. Namun penggabungan keduanya mungkin lebih tinggi dari jumlah dampak yang dihasilkan secara sendiri-sendiri tanpa lainnya. Global public goods dapat meningkatkan secara marjinal dampak dari bantuan secara berlipat.
Alternatif kedua dari inovasi sumber dana untuk pembiayaan pembangunan adalah dengan pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia untuk dikonversi menjadi modal. Dengan kekayaan yang melimpah, maka semestinya kekayaan ini dapat dimanfaatkan dengan melakukan konversi dan rekayasa finansial untuk menghasilkan modal. Dua konsep mengenai pembiayaan pembangunan berbasis sumber daya alam ini adalah Debt for Nature Swap (DNS) dsan sekuritisasi aset. Hal yang mendasari konsep DNS bersumber dari pengertian global bahwa upaya-upaya internasional untuk melestarikan sumberdaya alam mesti dilanjutkan dan negara-negara maju semestinya memiliki tanggung jawab untuk membantu negara-negara yang memiliki kesulitan ekonomi tersebut diantaranya melalui fasilitis swap.
Konsep kedua sekuritisasi aset bisa jadi merupakan suatu terobosan yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut untuk menutup investasi swasta yang selama ini telah dibiayai dengan pinjaman luar negeri berjangka pendek yang saat krisis menimbulkan ketidak stabilan dalam neraca pembayaran dan mata uang. Setidaknya terdapat tiga mekanisme utama dalam pembiayaan aset yaitu Asset Backed Securities (ABS), Mortgage Backed Securities (MBSs) dan Real Estate Investment Trust (REITs).
Alternatif ketiga dari sumber dana untuk pembiayaan pembangunan adalah konsep pajak global. Di samping usulan pembentukan organisasi pajak internasional sendiri, ada tiga usulan jenis pajak yang mungkin perlu dipertimbangkan untuk diterapkan. Jenis pertama yaitu Carbon tax memang memiliki tujuan yang baik dan mungkin pula diterapkan di Indonesia jika kita mengabaikan aspek dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Perlu pengkajian lebih lanjut dampak pengenaan Carbon Tax terhadap perekonomian Indonesia. Jika diterapkan di negara maju yang memiliki kondisi perekonomian relatif maju mungkin sudah selayaknya, namun bagi perekonomian yang sedang tumbuh seperti Indonesia, dikhawatirkan pengenaan pajak ini akan menaikkan harga yang pada akhirnya cenderung menahan laju pertumbuhan ekonomi.
Jenis pajak kedua yaitu pajak mata uang asing yang bertujuan untuk mengurangi spekulasi, sangat mungkin diterapkan di Indonesia namun mendapatkan tentangan dari lembaga-lembaga internasional seperti IMF sehingga saat ini masih relatif sulit untuk diterapkan. Jenis pajak ketiga yaitu pajak transportasi udara internasional memiliki tingkat kemungkinan penerapan menengah, dimana besarnya peroleh dana diperikirakan pada level menengah dan tingkat keberlanjutannya bersifat jangka panjang.
Alternatif keempat berkaitan dengan ide perlunya arsitektur baru lembaga keuangan internasional. Sistem keuangan internasional yang ada saat ini dirasa tidak mampu melindungi dunia perekonomian dunia dari krisis keuangan. Dalam rangka mencegah krisis menjadi lebih dalam keterpurukannya di kemudian hari, diperlukan suatu reformasi dalam sistem atau arsitektur baru keuangan dunia. Dua konsep yang muncul adalah perlunya pengalokasian baru Special Drawing Rights dan secara regional perlu dibentuknya Asian Monetary Fund.
Alternatif kelima dari inovasi sumber dana untuk pembiayaan pembangunan menyangkut kelembagaan yaitu usulan dibentuknya bank pembangunan domestik. Konsepnya adalah bahwa dibutuhkan suatu lembaga keuangan yang dimiliki atau didukung oleh pemerintah guna mendukung kebijakan-kebijakan dan strategi perekonomian nasional serta membiayai proyek-proyek nasional yang tidak dapat didanai oleh swasta. Istilah yang mungkin bisa digunakan adalah policy based finance.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa konsep-konsep alternatif inovasi sumber daya untuk pembiayaan pembangunan cukup mungkin diterapkan di Indonesia namun memiliki tingkat kesulitan karena dikelilingi beberapa faktor permasalahan domestik maupun internasional yang tak bisa dilepaskan. Begitu juga aspek-aspek non ekonomis yang melingkupinya termasuk aspek politik internasional. 



Politik Luar negeri

 Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh suatu Negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Politik luar negeri berhubungan dengan proses pembuatan keputusan untuk mengikuti pilihan jalan tertentu. Menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1988), politik luar negeri diartikan sebagai “suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional”. Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa”. Dari uraian di muka sesungguhnya dapat diketahui bahwa tujuan politik luar negeri adalah untuk mewujudkan kepentingan nasional. Tujuan tersebut memuat gambaran mengenai keadaan negara dimasa mendatang serta kondisi masa depan yang diinginkan. Pelaksanaan politik luar negeri diawali oleh penetapan kebijaksanaan dan keputusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang didasarkan pada faktor-faktor nasional sebagai faktor internal serta faktor-faktor internasional sebagai faktor eksternal.
Dasar hukum pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia tergambarkan secara jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea I dan alinea IV. Alinea I menyatakan bahwa .… kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Selanjutnya pada alinea IV dinyatakan bahwa …. dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ….. Dari dua kutipan di atas, jelaslah bahwa politik luar negeri RI mempunyai landasan atau dasar hukum yang sangat kuat, karena diatur di dalam Pembukaan UUD 1945. Selain dalam pembukaan terdapat juga dalam beberapa pasal contohnya pasal 11 ayat 1, 2,3; pasal 13 ayat 1,2,3 dan lain-lain.
Pasal 11
(1)  Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
(2)  Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3)  Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang. ***)

Pasal 13
(1)  Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2)  Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*)
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*)

Politik Luar Negeri di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2004 – 2009, dalam visi dan misi beliau diantaranya dengan melakukan usaha memantapkan politik luar negeri. Yaitu dengan cara meningkatkan kerjasama internasional dan meningkatkan kualitas diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional. Prestasi Indonesia sejak 1 Januari 2007 menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dimana Republik Indonesia dipilih oleh 158 negara anggota PBB. Tugas Republik Indonesia di Dewan Keamanan PBB adalah :
1). Ketua Komite Sanksi Rwanda
2). Ketua komite kerja untuk pasukan penjaga perdamaian
3). Ketua Komite penjatuhan sanksi untuk Sierra Leone
4). Wakil Ketua Komite penyelesaian konfik Sudan
5) Wakil Ketua Komite penyelesaian konflik Kongo
6). Wakil Kertua Komite penyelesaian konflik Guinea Bissau
Baru-baru ini Indonesia berani mengambil sikap sebagai satu-satunya negara anggota tidak tetap DK PBB yang bersikap abstain ketika semua Negara lainnya memberikan dukungan untuk memberi sanksi pada Iran. Ciri-ciri Politik Bebas Aktif Republik Indonesia Dalam berbagai uraian tentang politik Luar Negeri yang bebas aktif , maka Bebas dan Aktif disebut sebagai sifat politik luar negeri Republik Indonesia. Bahkan di belakang kata bebas dan aktif masih ditambahkan dengan sifat-sifat yang lain, misalnya anti kolonialisme, anti imperialisme. Dalam dokumen Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1989) yang telah ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri RI tanggal 19 Mei 1983, dijelaskan bahwa sifat Politik Luar Negeri adalah: (1) Bebas Aktif …. (2) Anti kolonialisme … (3) Mengabdi kepada Kepentingan Nasional dan … (4) Demokratis. Dalam risalah Politik Luar Negeri yang disusun oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Masalah Luar Negeri Departemen Luar Negeri, Suli Sulaiman ….yang disebut sifat politik luar negeri hanya Bebas Aktif serta anti kolonialisme dan anti Imperialisme. Sementara M. Sabir lebih cenderung untuk menggunakan istilah ciri-ciri dan sifat secara terpisah. Menurut M Sabir, ciri atau ciri-ciri khas biasanya disebut untuk sifat yang lebih permanen, sedangkan kata sifat memberi arti sifat biasa yang dapat berubah-ubah.
Dengan demikian karena bebas dan aktif merupakan sifat yang melekat secara permanen pada batang tubuh politik bebas aktif, penulis menggolongkannya sebagai ciri-ciri politik bebas-aktif sedangkan Anti Kolonialisme dan Anti Imperialisme disebutnya sebagai sifat.

Pengertian Politik Bebas Aktif Republik Indonesia
Sebagaimana telah diuraikan terdahulu, rumusan yang ada pada alinea I dan alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar hukum yang sangat kuat bagi politik luar negeri RI. Namun dari rumusan tersebut, kita belum mendapatkan gambaran mengenai makna politik luar negeri yang bebas aktif. Karena itu dalam uraian ini akan dikutip beberapa pendapat mengenai pengertian bebas dan aktif. A.W Wijaya merumuskan: Bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain. Sementara itu Mochtar Kusumaatmaja merumuskan bebas aktif sebagai berikut :
Bebas : dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif : berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadiankejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif .
B.A Urbani menguraikan pengertian bebas sebagai berikut : perkataan bebas dalam politik bebas aktif tersebut mengalir dari kalimat yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut : supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Jadi menurut pengertian ini, dapat diberi definisi sebagai “berkebebasan politik untuk menentukan dan menyatakan pendapat sendiri, terhadap tiap-tiap persoalan internasional sesuai dengan nilainya masing-masing tanpa apriori memihak kepada suatu blok”.


KAITAN ANTAR PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DENGAN POLITIK LUAR NEGERI
Kaitan  pembiayaan pembangunan dan politik luar negeri di bagi menjadi 3 yaitu

A.Investasi Asing untuk pembiayaan Pembangunan
Dalam kesempatan ini Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai salah satu aliran modal yang masuk ke suatu negara dianggap sebagai aliran modal yang relatif stabil dan mempunyai resiko yang kecil dibandingkan aliran modal lainnya, seperti portofolio investasi ataupun utang luar negeri. Salah satu sebabnya adalah dikarenakan PMA tidak begitu mudah terkena gejolak fluktuasi mata uang (seperti halnya investasi portofolio) ataupun beban bunga yang berat (misalnya utang luar negeri). Salah satu contoh adalah krisis ekonomi yang terjadi di Asia pada tahun 1997. PMA yang dianggap sebagai salah satu pemicu terjadinya krisis ekonomi di Asia, melainkan faktor pemicunya adalah investasi portofolio. Selain itu kita bisa melihat begitu beratnya beban pembayaran bunga yang diderita masyarakat Indonesia akibat utang luar negeri.
Sehingga pada masa mendatang sudah dapat dipastikan bahwa PMA diharapkan akan menjadi kunci suksesnya pembangunan di Indonesia. Pembangunan yang diharapkan bagi negara kita pada masa mendatang adalah pembangunan berkelanjutan. Sehingga PMA yang harus diterapkan di negara kita adalah PMA yang berdasarkan pembangunan berkelanjutan. Yang dimaksud dengan PMA yang berkelanjutan di sini adalah PMA yang dapat memaksimalkan keuntungan PMA bagi Indonesia (misalnya kesempatan kerja; kenaikan pendapatan; transfer teknologi; stabilitas ekonomi); dan meminimalkan dampak sociale PMA bagi Indonesia(misalnya monopoli oleh perusahaan multinasional; dampak sociale terhadap social dan ekonomi; dan degradasi terhadap lingkungan).
B. Perdagangan Internasional Sebagai Motor Pembangunan
Perdagangan internasional sendiri diharapkan dapat menjadi alat dari pertumbuhan ekonomi. Masalah perdagangan internasional, yang di landaskan berdasarkan kebijaksanaan pembangunan ekonomi maupun kebijaksanaan perdagangan banyak menyangkut ekspor sebagai pembatas pertumbuhan ekonomi. Potensi ekspor Indonesia sendiri dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dunia dan tantangan pada daya saing nasional.
Dengan perkembangan ekonomi dunia yang diliputi gejolak dan perubahan struktural telah menyebabkan ketidakpastian dan makin ketatnya ekonomi dunia sebagai
pasar ekspor Indonesia. Menghadapi perkembangan di atas, Indonesia perlu berupaya meningkatkan peran di berbagai forum internasional baik yang bersifat multilateral dan regional yang menunjang usaha untuk menciptakan tatanan perdagangan dunia yang lebih bebas, terbuka dan adil.
Guna mengembangkan perdagangan internasional, setidaknya diperlukan dua hal yaitu penciptaan persaingan sehat di dalam negeri untuk meningkatkan daya saing serta peningkatan akses pasar perdagangan internasional. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengatasi masalah yang timbul dari fluktuasi harga dan tekanan (shock) yang timbul dari luar.
Dalam upaya memenangkan suatu persaingan di pasar internasional, diperlukan tingkat daya saing yang tinggi. Tingkat daya saing Indonesia di pasar internasional dinilai masih cukup rendah dibandingkan dengan negara Asia lainnya. Pada tahun 2001, index daya saing Indonesia berada di urutan ke 55, satu tingkat di bawah negara tetangga yaitu Philipina. Hal ini sangat jauh sekali dibandingkan Singapura yang berada pada urutan ke 10. Sedangkan negara lain seperti Malaysia, China, Taiwan atau India memiliki ranking indeks daya saing berada di atas Indonesia. Salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing di pasar global adalah dengan penciptaan kompetisi di dalam . Kompetisi domestik atau persaingan usaha yang sehat merupakan suatu bagian dari prinsip ekonomi pasar yang merupakan prasyarat yang harus dipenuhi dalam rangka penciptaan ekonomi pasar yang kuat.
Kompetisi yang sehat dalam perdagangan domestik sendiri baru mendapatkan perhatian secara serius di tahun 1999. Sejak tahun 1999, Indonesia memiliki undang-undang persaingan usaha yaitu UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang disahkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR pada tanggal 5 Maret 1999. UU ini berlaku efektif satu tahun sejak diundangkan disertai masa persiapan enam bulan.
Pada akhirnya, semangat persaingan usaha yang sehat dalam mekaniseme pasar hanya dapat tercapai bila semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta serta lembaga non pemerintah lain (LSM) dapat memiliki kesamaan pandang dan tindakan untuk mewujudkan persaingan usaha yang sehat. Tanpa konsensus dari semua pihak, akan sulit bagi pemerintah sendiri mewujudkan persaingan usaha yang sehat.
Kebijakan perdagangan luar negeri sendiri, merupakan salah satu dari kebijakan ekonomi makro, adalah tindakan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang mempengaruhi struktur dan arah transaksi perdagangan dan pembayaran internasional. Karena meruapakan salah satu bagian, maka kebijakan perdagangan luar negeri tidak independen, malainkan saling mempengaruhi terhadap komponen-komponen lain dari kebijakan ekonomi makro tersebut, seperti kebijakan industri, kebijakan fiskal, kebijakan tenaga kerja, kebijakan moneter dan  lainnya. Tujuan kebijakan ekonomi perdagangan luar negeri adalah pertama, untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh buruk atau negatif dari luar negeri, misalnya efek resesi ekonomi dunia terhadap pertumbuhan ekspor Indonesia. Kedua, untuk melindungi industri nasional dari persaingan barang-barang impor dari luar ne Ketiga, untuk menjaga keseimbangan neraca pembayaran yang sekaligus menjamin persediaan devisa yang cukup terutama untuk kebutuhan pembayaran impor dan  cicilan utang luar negeri.
Strategi pengembangan ekspor pada dasarnya ditujukan untuk menciptakan struktur ekspor yang kuat dan tangguh. Struktur ekspor yang tangguh dapat tercapai bilamana produk ekspor tersebut telah benar-benar beragam jenisnya, pasarnya tersebar luas, dan pelakunya juga makin banyak. Untuk itu langkah yang diperlukan adalah diversifikasi, baik produk, pasar, maupun pelakunya.
Perlu juga disadari bahwa, memasarkan produk di luar negeri sering berbeda dengan memasarkannya di dalam negeri. Pasaran di luar negeri sangat kompetitif sehingga hanya pengusaha yang ulet dan mempunyai daya saing tinggi yang akan menang dalam persaingan tersebut dan  yang merebut pasaran.
Mengingat setiap negara selalu berpacu melakukan usaha untuk meningkatkan daya saingnya, maka daya saing suatu produk bersifat dinamis atau berkembang. Oleh karena itu, dapat saja suatu produk pada saat tertentu mempunyai daya saing yang kuat sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimiliki pada waktu itu, tetapi pada saat lain akan berubah, tidak lagi memiliki keunggulan komparatif. Dengan demikian, keunggulan komparatif yang kita miliki harus selalu dijaga dan dipertahankan agar tidak menurun dibandingkan dengan keunggulan yang dimiliki oleh negara pesaing.
C. Utang dan  Bantuan luar negeri
 Sumber ketiga dari sumber dana pembiayaan pembangunan yaitu utang dabantuan luar negeri Sesuai amanat dari GBHN bahwa tingkat utang luar negeri perlu dikurangi, pembahasan ini lebih memfokuskan pada analisis terhadap utang luar negeri berikut permasalahan dan agenda ke depannya.
Jika dilakukan perbandingan negara-negara berkembang Asia lainnya , pada dasarnya Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang menghadapi masalah luar negeri. Dalam hal stok terhadap PDB pada tahun 2000, Indonesia tergolong paling besar namun dalam hal beban pembayaran terhadap ekspor barang dan  jasa, Indonesia tidaklah sebesar Argentina dan Brazil. Bahkan stok utang luar negeriIndonesia sudah mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Negara yang menghadapi masalah pembayaran lua negerinya cenderung mengalami gangguan ketidakseimbangan eksternal (external imbalances). Masalah akibat ketidakseimbangan eksternal tidak hanya dihadapi oleh Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari masih banyaknya negara yang menjadi pasien IMF sehingga perlu mendapatkan kucuran dana dari lembaga keuangan internasional tersebut.
Permasalahan utang luar negeri sekarang telah menjadi fokus perhatian utama meski pada awalnya seperti dimanatkan oleh GBHN tahun 1973 hanya sebagai pelengkap dan pembantu akan tetapi dalam perjalanannya telah terjadi penumpukan stok utang luar negeri yang relatif tinggi. Posisi utang yang sudah tinggi tersebut membawa konsekwensi logis pada beban pembayarannya.
Melemahnya nilai tukar rupiah juga menyebabkan kewajiban pembayaran utang dalam rupiah menjadi meningkat secara tajam, sementara ketersediaan dana luar negerinya semakin sulit. Bagi sektor swasta, melemahnya nilai tukar rupiah mengakibatkan sektor ini harus menyediakan rupiah lebih besar untuk pembelian valas dalam rangka
pembayaran kembali utang luar  negerinya. Beban pembayaran menjadi semakin berat karena keperluan pembayaran utang yang sudah jatuh tempo telah meningkatkan permintaan terhadap mata uang dolar Amerika yang otomatis semakin menekan nilai tukar rupiah. 
Selain masalah pembayaran kembali, dengan utang yang besar juga harus disadari kerentanannya terhadap segala gejolak dari luar seperti halnya pada waktu terjadi naiknya bunga internasional (pada awal tahun 1980an), turunnya harga komoditi andalan ekspor dan seperti yang terjadi pada pertengahan 1997 yaitu exchange over yang diikuti dengan perpindahan modal (capital movement).
Permasalahan yang lain adalah rendahnya kualitas proyek yang sudah dibangun dari pendanaan utang luar negeri, dimana bangunan yang terbengkalai, terjadinya pembangunan yang tidak merata, disertai masih rendahnya kualitas sumber daya manusia termasuk pemahaman terhadap pentingnya masalah kesehatan da kebersihan. Dengan demikian dapat dikatakan dana pembangunan yang sebagian besar ditopang oleh pinjaman luar negeri tidak optimal pemanfaatannya. Meskipun tingkat penyerapan (disbursement ratio) menunjukkan angka yang tinggi namun tidak selalu mencerminkan kualitas proyek yang sudah dibangun
Ukuran efektifitas lainnya yaitu progress variant. Dengan semakin kompleknya masalah yang dihadapi setelah krisis, otomatis semakin banyak proyek yang progress variannya negatif cukup besar. Hal itu menyebabkan beban pada kewajiban commitment fee dari sejumlah dana yang belum/tidak diserap (undisbursed balance). Sejak krisis jumlah proyek yang telah menjadi commitment dalam CGI tidak banyak yang dapat direalisasikan. Kecilnya realisasi terhadap commitment proyek baru berkaitan dengan persyaratan yang diajukan oleh donor semakin ketat, dimana besar kecilnya commitment lembaga donor tergantung keberhasilan Indonesia dalam memenuhi persyaratan. Persyaratan yang cukup menonjol adalah penyusunan on lending policy dan pelaksanaan fiduciary control yang pada intinya adalah perbaikan proses pengadaan barang dan jasa (proqurement process) yang lebih transparan. 
Penyelesaian utang pemerintah telah dilakukan melalui forum Paris Club I, II, III, dan London Club. Beberapa kalangan berpendapat bahwa penyelesaian masalah utang pemerintah melalui Paris Club hanya merupakan solusi jangka pendek atau mengurangi defisit anggaran pemerintah jangka pendek. Beberapa kalangan termasuk LSM mengharapkan untuk selanjutnya perlu dijajaki peluang solusi yang lain seperti mendapatkan hair cut atau debt conversion guna mengurangi tekanan pembayaran ke depan sehingga mencapai tingkat debt service sustainable. Namun perlu dipahami bahwa keberhasilan mendapatkan rescheduling bukan persoalan yang sederhana, karena harus mengikuti ketentuan dan prisip yang harus disetujui oleh seluruh anggota Paris Club.
Berdasarkan pengalaman yang panjang, jika pinjaman tidak direncanakan secara matang dan benar-benar sesuai dengan kebutuhan, tidak dialokasikan secara tepat sasaran dan dak dimanfaatkan secara efisien, maka PLN akan menimbulkan masalah besar dan bahkan menyebabkan fiscal unsustainable. Sejalan dengan amanat GBHN 1999 bahwa Indonesia harus meningkatkan kemampuan pengelolaan dana pinjaman luar negeri dengan tujuan akhir adalah mencapai kemandirian dalam pembiayaan pembangunan.
Oleh karena itu manajemen utang luar negeri harus diperbaiki bahkan diubah untuk meningkatkan optimalisasi pemanfaatannya dan dikontrol sampai pada level yang aman.