HAK CIPTA

Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).

Sejarah hak cipta

Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.

Sejarah hak cipta di Indonesia

Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia[1]. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997[2].

Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta

Hak eksklusif

Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
  • membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
  • mengimpor dan mengekspor ciptaan,
  • menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
  • menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
  • menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun"[2].
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V

Hak ekonomi dan hak moral

Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.

Perolehan dan pelaksanaan hak cipta


Hak cipta gambar potret "penduduk asli Bengkulu" yang diterbitkan pada tahun 1810 ini sudah habis masa berlakunya.
Pada umumnya, suatu ciptaan haruslah memenuhi standar minimum agar berhak mendapatkan hak cipta, dan hak cipta biasanya tidak berlaku lagi setelah periode waktu tertentu (masa berlaku ini dimungkinkan untuk diperpanjang pada yurisdiksi tertentu).

Perolehan hak cipta

Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta; di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan usaha". Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.

Ciptaan yang dapat dilindungi

Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).

Penanda hak cipta

Dalam yurisdiksi tertentu, agar suatu ciptaan seperti buku atau film mendapatkan hak cipta pada saat diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu "pemberitahuan hak cipta" (copyright notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut terdiri atas sebuah huruf c di dalam lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©), atau kata "copyright", yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya edisi baru) dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka tahun. Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna ciptaan bahwa ciptaan tersebut berhak cipta.
Pada perkembangannya, persyaratan tersebut kini umumnya tidak diwajibkan lagi, terutama bagi negara-negara anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada sejumlah kecil negara tertentu, persyaratan tersebut kini secara umum bersifat manasuka kecuali bagi ciptaan yang diciptakan sebelum negara bersangkutan menjadi anggota Konvensi Bern.
Lambang © merupakan lambang Unicode 00A9 dalam heksadesimal, dan dapat diketikkan dalam (X)HTML sebagai ©, ©, atau ©

Jangka waktu perlindungan hak cipta

Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Amerika Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain yang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta.
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).

Penegakan hukum atas hak cipta


Pemusnahan cakram padat (CD) bajakan di Brasil.
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).

PASAL-PASAL HAK CIPTA

PASAL 1



1. Ketentuan Pasal 1 huruf c diubah dan ditambah empat ketentuan baru yang dijadikan angka 8, 9, 10, dan 11, sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:


Pasal 1

1. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk khas dan bersifat pribadi.

2. Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

3. Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas.

4. Pengumuman adalah pembacaaan, penyuaraan, penyiaran atau penyebaran sesuatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain.

5. Perbanyakan adalah menambah jumlah sesuatu ciptaan, dengan pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan mempergunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan sesuatu ciptaan.

6. Potret adalah gambaran dengan cara dan alat apapun dari wajah orang yang digambarkan baik bersama bagian tubuh lainnya maupun tidak.

7. Program Komputer adalah program yang diciptakan secara khusus sehingga memungkinkan komputer melakukan fungsi tertentu.

8. Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertujukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra dan karya seni lainnya.

9. Produser rekaman suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam atau memiliki prakarsa untuk membiayai kegiatan perekaman suara atau bunyi baik dari suatu pertunjukan maupun suara atau bunyi lainnya.

10. Lembaga penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran, baik Lembaga Penyiaran Pemerintah maupun Lembaga Penyiaran Swasta yang berbentuk badan hukum yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik lainnya.

11. Kantor Hak Cipta adalah suatu organisasi di lingkungan departemen yang melaksanakan tugas dan kewenangan di bidang Hak Cipta ".

2. Ketentuan Pasal 2 diubah, dengan menambah dua ketentuan baru yang dijadikan ayat (2) dan ayat (3) sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

(1) Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pecipta dan atau penerima Hak Cipta atas karya film dan program komputer memiliki hak untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaannya tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.

(3) Ketentuan mengenai hak untuk memberi izin atau melarang penyewaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku pula bagi produser rekaman suara."

3. Ketentuan Pasal 8 diubah dengan menyisipkan ketentuan baru yang dijadikan ayat (1a) dan mengubah ketentuan ayat (2) , sehingga keseluruhan Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:


Pasal 8

(1) Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, maka pihak yang untuk dan dalam dinasnya ciptaan itu dikerjakan adalah Pemegang Hak Cipta, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pembuat sebagai penciptanya apabila penggunaan ciptaan itu diperluas keluar hubungan dinas.

(1a) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.

(2) Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, maka pihak yang membuat karya cipta itu di anggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjiankan lain antara kedua pihak"

4. Ketentuan Pasal 10 A diubah, sehingga pasal 10 A berbunyi sebagai berikut:


Pasal 10 A

(1) Apabila suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan, maka Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan penciptanya.

(2) Apabila suatu ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptanya atau pada ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran penciptanya, maka penerbit memegang Hak Cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan penciptanya. " 






PERLINDUNGAN KONSUMEN

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN


WACANA
Kalau bicara perlindungan atau hubungan antara produsen dan konsumen maka masuk dalam kelompok hukum dimana para pihak mempunyai hak sama dalam perdata

Siapa yang mau dilindungi  ? Konsumen
Mengapa di lindungi  ?  karena ada yang lemah atau kalau posisi konsumen tidak kuat

Hubungan antara konsumen dan produsen masuk dalam kelompok hukum Publik.

MATERI Hukum perlindungan Konsumen
Lebih mengacu pada UU Pelindungan Konsumen UU No 8 Tahun 1999.
1.      Istilah, Definisi dan pengertian, Ruang Lingkup, Batasan Hukum perlindungan Konsumen.
2.     Pengaturan.
3.     Hubungan badan hukum lainnya
4.     Hak Konsumen
5.     Sejarah Perlindungan konsumen
6.     Prinsip2 Perlindungan Konsumen.
a.        Prinsip Kedudukan Konsumen
b.        Prinsip Tanggung jawab pelaku Usaha
7.     Perlindungan Konsumen dalam hukum positif
8.     Penyelesaian Sengketa Konsumen
9.     Isu-isu tentang perlindungan Konsumen


LITERATUR
1.       Perlindungan terhadap Konsumen dilihat dr sudut perjj oleh Mariam darus Badrus Zaman.
2.       Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Oleh SP Hutagalung.
3.       Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar Oleh AZ Nasution.
4.       Konsumen dan Hukum Tinjauan sosial ekonomi dan hukum pada perlindungan konsumen Indonesia Oleh AZ Nasution
5.       Apa, mengapa, Bagaimana Konsumen hijau oleh Zaim saidi
6.       Pengetahuan tentang aspek hukum perlindungan Konsumen dan status sosial media cetak serta perlindungan hak2 konsumen dalam iklan oleh Sidharta
7.       Perlindungan konsumen dan instrumen2 hukumnya oleh Yusuf Shofie.
8.       Perlindungan Konsumen dilihat dari sudut peraturan perundang2an kesehatan oleh R Sianturi
9.       Hukum Perlindungan konsumen Indonesia oleh Shidarta
BAB I
Istilah, Definisi dan pengertian, Ruang Lingkup, Batasan Hukum perlindungan Konsumen.

I. ISTILAH
Istilah konsumen dalam beberapa peraturan / UU
1.   Makna Konsumen Dalam UU No 8 Tahun 1999 Pasal 1 Ayat 2
“Tiap orang yang memakai barang dan jasa yang tersedia dimasyarakat”
Yang dimaksud dengan tersedia di masyarakat adalah        :
Barang yang tidak ditawarkan secara umum dan barang tsb langka tidak disebut konsumen.

Contoh   :
Seseorang membeli sebuah mobil karena penjual kepepet
Tersedia di masyarakat untuk kepentingan siapa  :
Batasan Kepentingan adalah  :
-   Diri sendiri
-   Keluarga
-   Orang lain
-   Kepentingan mahluk lainnya
Jika terpenuhi 4 diatas maka dapat dikatakan konsumen Keempat unsur tersebut dapat dikatakan sebagai konsumen

Kesimpulan  :
Setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia di masyarakat untuk kepentingan dan tidak diperjual belikan

2.   Istilah konsumen  pada GBHN 1993 No II
3.   UU No 5 tahun 1999 tentang tentang larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat
4.   KUHPer (BW) tapi istilahnya buakn konsumen melainkan Koper

Kesimpulan  istilah konsumen dari berbagai Peraturan / UU adalah :
Pemakai (konsumen Akhir)

Konsumen Ada 2 Yaitu
1.   Konsumen Antara
      Konsumen yang memperantarai antara produsen dengan pengecer
2.    Konsumen Akhir
Pemakai atau konsumen Akhir

Perlindungan Adalah
Mengapa perlu ada perlindungan pada konsumen ?
Ada beberapa rujukan atau patokan atau alasan yaitu  :
1.      konsumen yang berada dalam posisi yang lemah dalam segala hal.
2.     sesuai dengan tujuan hukum yaitu secara teoritis melindungi yang lemah
3.     upaya atau langkah untuk mempertahankan hak2 konsumen atau pemakai barang dan jasa
Hukum adalah  :
Sekumpulan aturan yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi.

Kesimpulan Hukum perlindungan konsumen
Himpunan peraturan yang mengatur tentang upaya2/langkah untuk mempertahankan hak2 pemakai atau konsumen dari gangguan pihak lain.

PENGERTIAN KONSUMEN PASAL 2 UUPK
1.      Setiap Orang
-   orang
-   Badan Hukum
2.     Pemakai
Konsumen Akhir
3.     Barang dan jasa
-   Barang
      * benda bergerak/berwujud
      * benda tidak bergerak/tidak berwujud
      * benda dapat dan tidak dapat dihabiskan
-   Jasa
Prestasi yang dilakukan
4.     Kepentingan
-     Diri sendiri
-     Keluarga
-     orang lain
-     Makhluk lain
5.     Tersedia di Masyarakat
6.     Tidak Untuk diperdagangkan

Pelaku Usaha
-Produsen
-Penyalur
-Penjual
-Penyedia Uang
-Media Periklanan
Barang
Menurut Pasal 1 ayat 4 UU Perlindungan Konsumen
“setiap benda yang dikategorikan dengan berbagai hal”

SUMBER HUKUM
1.   Hukum Tertulis
-   UU Perlindungan Konsumen
-   UU Pangan
-   UU Obat2 an
-   UU penyiaran
-   UU Periklanan
2.   Hukum Tidak Tertulis
Kebiasaan

SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
1.   Ecosoc (dewan ekonomi dan sosial PBB)
Resolusi PBB Tahun 1998 tentang adanya perlindungan Konsumen
2.   WTO ( Word Trade Organization)
3.   IOCU/CI

SUMBER HUKUM MEMILIKI SIFAT
1.   Mengatur
Perjanjian antara konsumen dan pelaku usaha
2.   Memaksa
Pasal 383 KUHP
“Bagi penjual yang menyerahkan barang yang tidak sesuai dengan keinginan pembeli, maka diancam sanksi pidana”.

SUMBER HUKUM TERIKAT
-     Bidang Perdata
-     Bidang Pidana
-     Bidang Tata Negara
-     Bidang Hukum International

HUBUNGAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN HUKUM KONSUMEN
Di dalam Hukum Konsumen diperlukan adanya Hukum Perlindungan Konsumen.

HUKUM Konsumen
Setiap Pemakai (Himpunan Peraturan yang mengatur tentang setiap pemakai barang & Jasa)

KAITAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN BIDANG LAINNYA
  1. Berkaitan dengan hukum perdata & Perikatan (Pandangan Lama)
  2. Berkaitan dengan hukum persaingan (Competition Law) UU No.5             Tahun 1999 (larangan praktek Monopoli).
  3. Berkaitan dengan hak kekayaan intelektual
  4. Berkaitan dengan hukum kontrak (perjanjian penjualan Barang)
  5. Berkaitan dengan bidang hukum transportasi
  6. Berkaitan dengan hukum industri pangan
  7. Hukum Publik Servis (hukum Pelayanan publik)
  8. Hukum acara perdata Clas action
  9. Bidang hukum lingkungan
  10. Berkaitan dengan bidang publikasi/industri periklanan
  11. Berkaitan dengan sosiologi hukum
  1. Filsafat hukum
-  Perjanjian
-  Ham
Mengenai hak-hak konsumen
  1. Psikologi Hukum
Sikap dan perilaku konsumen
  1. Bidang perbandingan hukum
-     transnasional
-     international
hukum diberbagai negara

Kaitan Tambahan
- Globalisasi produksi
Jika kita mempunyai UU perlindungan konsumen maka akan disamakan dengan negara2 lain adalah product yang dibuat dimana-mana dalam setiap negara
- Globalisasi Tehnologi
Misalnya perkembangan dari barang tradisional menjadi modern (dibuat sevara modern)
-  Globalisasi Perdagangan
- Globalisasi Keuangan
Uang mengalir kemana-mana, maka terjadi pasar global, maka terjadi pula konsumen global dibeberapa hal ini kita sesuaikan Per-UU-an yang ada

Sejarah perkembangan perlindungan konsumen
  1. Amerika
Negara palinga maju, membicarakan Perlindungan Konsumen Tahun 1960-an. Per-UU-an yang isinya dalam bentuk perlindungan konsumen di AS yang lebih bagus, muncul lembaga-lembaga, putusan-putusan.
  1. Lahirnya suatu badan yang disebut Internasional organisasi (I.O.C.U) tahun 1960 dipelopori oleh Belanda kemudian berpindah ke London, Pada Tanggal 15 Maret tahun 1993 IOCU berubah menjadi Consumer International (C.I) , dimana YLKI dan LP2K menjadi CI anggotanya sekitar 203 negara dan sekarang tinggal 93 negara.
  2. Tahun 1978 PBB mendirikan badan khusus yang dinamakan ECOSOC yang membuat resolusi tentang perlindungan konsumen.
  3. Di Indonesia
    1. Tahun 1973 lahir yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
    2. Tahun 1988 Lahir Lembaga pembinaan perlindungan Konsumen (LP2K)
Product YLKI Rancang UU perlindungan Konsumen, YLKI juga memberi bantuan hukum kepada konsumen, bentuk gugatan YLKI adalah Class Action dan kelompok.
Prospek perkembangan perlindungan konsumen di Indonesia yaitu dengan lahirnya  sertifikat Halal. Masalah-masalah yang bersifat makro (universal product yang dibuat adalah product yang tidak merusak lingkungan hidup dan lapisan ozon)

HAK-HAK KONSUMEN berlaku diberbagai dunia atau diakui secara international
Ada 4 hak dasar / umum konsumen
1.      Hak untuk mendapat keamanan
2.     Hak untuk mendapat informasi
Ex  :
Misal makanan kaleng informasinya tertera di kaleng tersebut.
3.     Hak memilih
Memilih produk yang akan kita gunakan (bebas dari hak monopoli)
4.     Hak untuk didengar
Dalam arti kita berhak untuk mengeluh kepada pelaku usaha.
Hak tambahan dari IOCU
5.     Hak atas pendidikan Konsumen
Hak untuk mendapat kan semacam pelatihan agar memperoleh informasi yang akan mendalam
6.     Hak untuk mendapatkan ganti rugi
Ex  :
Barangnya cacat, rusak, atau tidak sesuai dengan informasi yang tercantum di labelnya
7.     Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

YLKI punya dapat yang berbeda akan Hak konsumen yaitu  :
idem dengan hak dasar di tambah hak tambahan yang no 7

8 Mei 2008
HAK Konsumen
  1. Hak dasar
  2. IOCU
  3. YLKI

Hak-hak Konsumen Menurut UUPK Pasal 4 yaitu :
  1. Konsumen menpunyai hak untuk mendapatkan keamanan supaya tidak dirugikan oleh produsen
  2. Konsumen mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang benar
Ex : Dalam bentuk kemasan product.
-   Adanya kreteria
-   Porprosional
-   Tidak Diskriminatif
  1. Konsumen mempunyai hak untuk didengar
Konsumen mempunyai hak untuk menyampaikan keluhan atau minta penjelasan
Ex  :
UU Penyiaran seperti iklan yang merugikan dapat disanggakan.
  1. Mempunyai Hak memilih
    1. Product mana atau jasa yang akan digunakan konsumen bebas dari tekanan
    2. Persaingan tidak sehat yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat
No 1 Sampai dengan 4 adalah Hak dasar
  1. Konsumen berhak mendapatkan advokasi tau perlindungan hukum atau bantuan hukum.
Keuntungannya : Ganti rugi atau Kompensasi dari pelaku usaha.
Kalau LSM yang membantu konsumen tujuannya bukan untuk ganti rugi tetapi pemulihan.
  1. Konsumen berhak mendapatkan pendidikan/pembinaan konsumen
-   Pendidikan Formal
-   Pendidikan Informal : LSM
-   Pelakuk Usaha : Informasi Profil
  1. Konsumen berhak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur.
Konsumen harus diberikan barang atau jasa dengan wajar juga antara barang dan jasa itu bernilai wajar, maksudnya nilai tukar yang wajar terhadap barang dan jasa
  1. Konsumen berhak untuk mendapatkan ganti rugi
-   Apabila Konsumen dirugikan
-   Batasan pelaku Usaha
  1. Hak-Hak lain
Terdapat dalam UU lain selain UUPK yaitu :
-   UU No 23 Tahun 1997
      Hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
-   UU No 23 Tahun 1992
      Tentang Kesehatan
            Ecolateling cerificate
       Produtc yang diberi sertifikat yang tidak merusak lingkungan
            Malakukan Audit lingkungan
Ecolateling lingkungan Indonesia, di Indonesia Lembaga ekolateling Indonesia (LEI) sama dengan SNI 5000

UU No 5 Tahun 1999 hak dilindungi terhadap akibat negatif dari persaingan curang, yaitu larangan praktek monopoli dan perbuatan tidak sehat.
Ex : Mengadakan Banting Harga (Dumping).

Pasal 7 UUPK Kewajiban pelaku usaha
1.      Beritikat baik
Konsumen berhak mendapatkan tindakan yang beritikat baik dari seorang pelaku usaha
2.     Berlaku jujur terhadap konsumen
Memberikan informasi jujur dan benar
3.     Berkewajiban utuk tidak bersikap diskrimasi
Pelaku usaha tidak boleh membeda-bedakan konsumen, konsumen harus diperlakukan sama dari seorang pelaku usaha.
4.     Menjamin mutu
Menjamin barang dan jasa
5.     Memberi kesempatan untuk mencoba barang dan jasa
6.     Memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada konsumen terhadap barang dan jasa yang dia gunakan dan merugikannya.
7.     Ganti rugi dalam bentuk pelanggaran perjanjian oleh pelaku usaha.

Prinsip/teori tentang kedudukan konsumen
  1. Let the Bayer beware
Artinya :
Letakkanlah konsumen tersebut pada posisi yang seimbang, maksudnya kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha berada posisi yang seimbang maka tidaklah perlu konsumen mendapatkan perlindungan yang berlebihan.
Hambatannya  :
-   Konsumen tidak mendapatkan akses informasi terhadap barang dan jasa
-   Pengetahuan yang terbatas pada konsumen.
  1. The Due care theory
Artinya bahwa dalam kedudukan konsumen dan pelaku usaha yang harus berhati-hati adalah pengusaha. Dalam menawarkan barang dan jasanya siapapun tidak dapat dipermasalahkan apabila konsumen dirugikan. Konsumen harus membuktikan kecerobohan pelaku usaha (Pasal 1865 BW).
  1. The Privity of contrak
Artinya konsumen yang kan mendapat ganti rugi dari pelaku usaha adalah konsumen yang berikan kontraktual dengan pelaku usaha.
EX  :
Konsumen yang mendapatkan barang dengan cara adanya perjanjian. Orang yang memiliki barang dengan tanpa perjanjian maka konsumen tidak dapat menuntut ganti rugi kedudukan pelaku usaha setara dengan konsumen. Kemauan pelaku usaha harus diikuti oleh konsumen. Misal perjanjian standart yang diterapkan oleh pelaku usaha maka konsumen tidak dapat melakukan tawar menawar karena yang dijanjikan hanya yang besar saja sedangkan masalah kecil dikesampingkan.
  1. Kontrak bukalah syarat untuk mendapatkan perlindungan konsumen
Artinya konsumen itu tetap dilindungi walau tanpa dalam hubungan perjanjian itu ada syarat atau kontrak terlebih dahulu. Munculnya kontrak ini karena adany transaksi yang bermacam-macam dalam dunia perekonomian kecuali untuk jasa secara ringkas transaksi konsumen sangat luas sekali
-    
Teori yang dekat dengan perlindungan konsumen adalah yang no 4

Prinsip beracara dalam hukum acara perlindungan konsumen
Perlunya atau tujuannya unruk menyederhanakan prosesnya beracara dalam perlindungan konsumen, prinsipnya untuk mempermudah perlindungan terhadap konsumen.
Karena PK beragam maka perlu ditawarkan yang termudah menyelesaikan kasus2 PK
Ada beberapa teorinya untuk menyederhanakan kasus PK
  1. Small Claim
- LPKSM Pasal 44 UUPK tentang lembaga swadaya yang bisa membantu Perlindungan Konsumen.
- Badan perlindungan konsumen nasional  yaitu BPKN pasal 57 tahun 2001
Alasan perlu small claim
    1. Kepentingan konsumen tidak dilihat dari besar kecil nilainya
    2. Untuk memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk mendapatkan keadilan.
    3. Untuk menjaga atau menguji integritas lembaga pengadilan.

  1. Clas action
Clas action adalah gugatan kelompok, dalam PK lihat pasal 46 ayat 1b UUPK “ sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama “.
PERNA no 1 tahun 2002 tentang gugatan perwakilan kelompok
Clas action dapat juga digunakan untuk
1.   Mewakili diri sendiri
2.   Mewakili sekelompok orang lain yang banyak jumlahnya
3.   Mewakili sekelompok orang memiliki kesamaan fakta dan dasar hukum.
Munculnya sistim seperti ini adalah dari Comman law.
Siapa yang berhak mengajukan gugatan adalah konsumen yang benar-benar dirugikan maksudnya dari sebuah kelompok ada yang paling atau benar2 dirugikan, dibuktikan secara hukum dengan yang bersangkutan melalui transaksi secara langsung
Syarat clas action  :
    1. Numerocity
Jumlah penggugat banyak, jumlah banyaknya tidak ditentukan oleh UU.
    1. Comonality
Adanya kesamaan soal hukum, fakta hukum diantara pihak2 yang mewakili dan diwakili.
    1. Typicality
Mempunyai kesamaan jenis tuntutan hukum dan dasar pembekalan yang digunakan oleh penggugat dan tuntutannya.
    1. Adaguacy representacion
Kelayakan untuk  menjadi wakil atau mewakili pihak atau sekelompok orang lain.
            Clas action dalam UU lain yaitu :
-  UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan mis, adanya kebakaran hutan kelompok orang yang kena dampak bisa mengadakan tuntutan.

  1. Legal Standing
Diatur dalam pasal 46 (1) c UUPK
Lsm mempunyai hak menggugat (hak mewakili) dan LSM tersebut tidak harus sebagai korban. Hak mewakili disebut juga Ius standing
Syarat2 Lsm yang dapat mewakili adalah  :
    1. Berbadan hukum.
    2. Mempunyai anggaran dasar yang bertujuan melindungi konsumen
    3. Kegiatan Lsm tersebut sesuai dengan AD (anggaran Dasar)
    4. Terdaftar atau diakui
Persamaan clas action dengan legal standing
Terjadinya gugatan dari sekelompok orang banyak.
Perbedaan legal satnding dengan clas action
Clas action
-   gugatannya untuk meminta ganti rugi
-   Mempunyai kesamaan fakta dan dasar hukum
Legal standing
-   Gugatannya untuk pemulihan pada kondisi semula
-   Tidak perlu mempunyai kesamaan fakta dan dasar hukum.
LSM yang memakai legal standing antara lain adalah  :
WALHI (Wahana lingkungan hidup Indonesia), walhi lebih menitik beratkan mengenai lingkungan hidup.

Prinsip2 tentang tanggung jawab dalam perlindungan konsumen yaitu  :
  1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (Fault liability)
Diatur pada pasal 1365 KUHPer (PMH = Perbuatan melawan hukum), Pasal 1367 KUHPer
Pembuktiannya  :
-   PMH
a.    melanggar hak orang lain
b.    bertentangan dengan kewajiban hak
c.    melanggar kesusilaan
d.    pelanggaran kepatutan
-   Kerugian
a.    Materil
b.    Imateril
-   Hubungan kausal
Sebab akibat
-   Kesalahan
Dapat dipersalahkan
            Karena berdasarkan kesalahan maka ada beban pembuktian yaitu  :
Yang diatur pada pasal 1865 KUHPer, Pasal 163 HIR, Pasal 283 Rbg, dimana dijelaskan beban pembuktian ada pada pihak yang menggugat.
            Yang bisa dimintai pertanggung jawaban atas PMH adalah  :
Menurut Pasal 1367
a.    Pelaku/subjek
b.    Atasan/yang diwakili
-   Majikan
-   Koorparasi
  1. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (Presumtion of liability principle)
Artinya  :
Dinyatakan tergugat selalu dianggap bertanggung jawab, maksudnya pelaku usaha selalu dianggap bertanggung jawab terhadap konsumen pengecualiannya pelaku usaha akan tidak dinyatakan bertanggung jawab apabila dapat membuktikan, hal ini menganut adanya pembebanan pembuktian terbalik (OMKERING VAN BEWIKLAT)
Contoh pembuktian terbalik yaitu  :
Pengangkutan udara
-   pengangkut dilepaskan tanggung jawab apabila dapat membuktikan bahwa kerugian yang dialami konsumenya diluar batas kemampuannya sebagai seorang pengangkut.
-   Pengangkut dilepaskan tanggung jawabnya apabila dapat membuktikan bahwa kerugian dialami konsumennya (penumpang) akibat kesalahan/kelalaian konsumen itu sendiri.
-   Pengangkut dilepaskan tanggung jawabnya apabila sudah berupaya untuk memperkecil kesalahannya
Pembuktian terbalik dapat dilihat dalam UUPK Pasal 19, 22, 23, 28

Pembahasan Soal Mid semester
1.  Jelaskan Ruang lingkup yang mengatur hukum perlindungan konsumen.
Untuk dapat melihat ruang lingkup hukum perlindungan konsumen kita lihat dulu Istilah dan pengertian Hukum perlindungan Konsumen
-   Hukum                        :
Sekumpulan peraturan yang mengikat dan mempunyai sanksi.
-   Perlindungan  :
Semacam upaya untuk mempertahankan hak-hak pemakai barang dan jasa atau konsumen.
-   Konsumen       :
Orang yang membeli dan memakai jasa. Menurut UUPK Pemakai barang dan jasa.
Jadi kesimpulannya pengertian hukum perlindungan konsumen adalah Himpunan peraturan yang berupaya mempertahankan hak2 pemakai barang dan jasa.
Jadi Ruang lingkup hukum perlindungan konsumen adalah batasan dimana si pemakai barang dan jasa mendapat perlindungan akan hak nya sebagai pemakai atau konsumen.
2.  Sumber hukum perlindungan konsumen
Tertulis
-   UUPK
-   Per-UU-an
·         Pangan
·         Obat2an
·         Iklan
·         Lingkungan hidup
·         Haki
·         Ketenaga kerjaan
·         Kesehatan

Tidak tertulis
-   Kebiasaan

Dari sisi lain
-                         Hukum perdata
-   Hukum Pidana
-   Hukum administrasi negara
-   Hukum Internasional

3.  Mata Kuliah mana yang ada kaitannya dengan hukum perlindungan konsumen
-   Haki
-   Hukum Perdata
-   Hukum Acara
-   Filsafat Hukum
-   Sosiologi Hukum
-   Hukum lingkungan hiidup.
-   Hukum Angkutan

4.  Jelaskan Hak dasar Konsumen
  1. Hak atas keamanan
  2. Hak untuk mendapat Informasi
  3. Hak untuk memilih
  4. Hak untuk di dengar
5.  Sebutkan Andil YLKI
YLKI melakukan langkah yang signifikan yaitu  :
-   Melahirkan UU No 8 tahun 1999.
-   Melakukan penelitian dan menginformasikan kepada masyarakat
-   Advokasi
Menampung keluhan konsumen, membuat gugatan dsbnya.

6.  Prinsip Kedudukan Konsumen
Let the Bayer beware
Letakkanlah konsumen tersebut pada posisi yang seimbang, maksudnya kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha berada posisi yang seimbang
The Due care theory
Artinya bahwa dalam kedudukan konsumen dan pelaku usaha yang harus berhati-hati adalah pengusaha. Dalam menawarkan barang dan jasanya siapapun tidak dapat dipermasalahkan apabila konsumen dirugikan. Konsumen harus membuktikan kecerobohan pelaku usaha (Pasal 1865 BW).
The Privity of contrak
Artinya konsumen yang kan mendapat ganti rugi dari pelaku usaha adalah konsumen yang berikan kontraktual dengan pelaku usaha.
Kontrak bukalah syarat untuk mendapatkan perlindungan konsumen
Artinya konsumen itu tetap dilindungi walau tanpa dalam hubungan perjanjian itu ada syarat atau kontrak terlebih dahulu. Munculnya kontrak ini karena adany transaksi yang bermacam-macam dalam dunia perekonomian kecuali untuk jasa secara ringkas transaksi konsumen sangat luas sekali

7.  Perbedaan Clas action dengan legal standing
Terletak pada tuntutannya
-   Clas action pada ganti rugi
-   Legal standing pada pemulihan kondisi yang terjadi karena pelanggaran perlindungan konsumen.
-   Clas Action yang mewakili korban
-   Legal standing yang mewakili boleh tidak korban
-   Clas action dalam yang mewakili mempunyai kesamaan fakta hukum
-   Legal standing yang mewakili boleh tidak mempunyai kesamaan dalam fakta hukum
8.  Jelaskan pembebanan pembuktian terbalik dalam hukum perlindungan konsumen
Dalam UUPK memang memakai beban pembuktian terbalik sesuai dalam pasal 19,22,23,28
Dinyatakan tergugat selalu dianggap bertanggung jawab, maksudnya pelaku usaha selalu dianggap bertanggung jawab terhadap konsumen pengecualiannya pelaku usaha akan tidak dinyatakan bertanggung jawab apabila dapat membuktikan, hal ini menganut adanya pembebanan pembuktian terbalik (OMKERING VAN BEWIKLAT)
SUMBER :http://unjalu.blogspot.com/2011/03/hukum-perlindungan-konsumen.html