DISTRIBUSI PENDAPATAN

DISTRIBUSI PENDAPATAN
Tolak ukur pendapatan per kapita, sebagaimana disadari,belum cukup untuk menilai prestasi pembangunan. Karena merupakan konsep rata-rata, pendapatan per kapita tidak mencerminkan bagaimana pendapatan nasional sebuah negara terbagi di kalangan perekonomian Indonesia  berdasarkan tinjauan kemerataan distribusi pembangunan dan hasil-hasilnya. Untuk mengawali semua itu, terlebih dahulu disajikan secara ringkas konsep-konsep teoretis yang mendasarinya.
1.1  KONSEP-KONSEP DISTRIBUSI PENDAPATAN
           Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpanganya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya, terdapat berbagai kriteria untuk menilai kemerataan (parah atau lunaknya ketimpangan) distribusi dimaksud. Tiga di antaranya yang paling lazim digunakan adalah
  1. Kurva Lorenz ;
  2. Indeks atau Rasio Gini;
  3. Kriteria Bank Dunia;
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk,secara kumulatif pula. Kurva ini terletak pada sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri”ditempatkan” pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin menjauh dari diagonal(semakin melengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional timpang atau tidak rata.
            Indeks atau Rasio Gini adalah suatu koefisien yang, berkisar dari angka 0 hingga 1, menjelaskan kadar kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan nasional. Semakin kecil(semakin mendekati nol) koefisiennya, pertanda semakin baik atau merata distribusi. Di lain pihak koefisien yang kian besar( semakin mendekati satu) mengisyaratkan distribusi diagonal terhadap luas area segitiga OBC.

1.2  KETIDAKMERATAAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
            Upaya untuk memeratakan pembangunan dan hasil-hasilnya baru tampak nyata sejak pelita III , manakala strategi pembangunan secara eksplisit diubah dengan menempatkan pemerataan sebagai aspek pertama dalam trilogi pembangunan. Semenjak itu dikenal kebijaksanaan delapan jalur pemertaan, meliputi :
  1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan. 
  2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan;
  3. Pemerataan pembagian pendapatan ;
  4. Pemerataan kesempatan kerja;
  5. Pemerataan kesempatan berusaha;
  6. Pemerataan kesematan berpartisipasi dalam pembangunan khusunya bagi generasi muda dan kaum wanita;
  7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh tanah air;
  8.  Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan;
Dalam kaitan khusus dengan pemerataan pembagian pendapatan dapat memilah tinjauan permasalahanya dari tiga segi yaitu :
1.      Pembagian pendapatan antarlapisan pendapatan masyarakat;
2.       Pembagian pendapatan antardaerah ,dalam hal ini anatarawilayah perkotaan dan wilayah perdesaan;
3.       Pembagian pendapatan antarwilayah ,dalam hal ini antarpropinsi dan antarkawasan (barat, tengah, timur);

1.3  KETIDAKMERTAAN PENDAPATAN NASIONAL
               Distribusi atau pembagian pendapatan antarlapisan masyarakat dapat ditelaah dengan mengamati perkembangan angka-angka Rasio Gini. Koefisien Gini itu sendiri, perlu dicatat , bukanlah merupakan indikator paling ideal tentang ketidakmerataan ( kesenjangan, ketimpangan ) distribusi pendapatan antarlapisan. Namun setidak-tidaknya ia cukup memberikan gambaran mengenai kecenderungan umum dalam pola pembagian pendapatan
1.4  KETIDAKMERATAAN PENDAPATAN SPASIAL
            Ketidakmerataan distribusi pendapatan antarlapisan masyarakat bukan saja berlangsung secara nasional. Akan tetapi hal ini juga terjadi secara spasial. Spasial atau antardaerah yakni daerah perkotaan dan daerah perdesaan. Di Indonesia pembagian pembangunan relatif  lebih merata di daerah perdesaan daripada daerah perkotaan .
1.5  KETIDAKMERATAAN PENDAPATAN REGIONAL
Secara regional atau antarwilayah berlangsung pula ketidakmerataan distribusi pendapatan antarlapisan masyarakat. Bukan hal itu. Di antara wilayah-wilayah di Indonesia bahkan terdapat ketidakmerataan tingkat pendapatan itu sendiri. Jadi, dalam perpekstif antarwilayah, ketidakmerataan terjdi baik dalam hal tingkat pendapatan masyarakat antar wilayah yang satu dengan wilayah yang lain, maupun dalam hal distribusi pendapatan di kalangan penduduk masing-masing wilayah.(istilah “wilayah”<regional>.

SUMBER : Perekonomian Indonesia ,”DUMAIRY”, Penerbit erlangga